Senin, 22 Juli 2013

OH TUHAN: HANYA SEBUAH RENUNGAN



tuhanmu, ya tuhanmu
tuhanku, ya tuhanku

tuhanmu berbeda dengan tuhanku

menurutmu, tuhanku bukan tuhan
menurutku, tuhanmu bukan tuhan

tuhanmu menciptakan agama yang kamu anut
tuhanku menciptakan agama yang aku anut

agamamu, ya agamamu
agamaku, ya agamaku

menurutmu, aku ini kafir
menurutku, kamu itu kafir

tuhanmu menciptakan surga untukmu
tuhanku menciptakan surga untukku

surga buatan tuhanmu bukan untukku
surga buatan tuhanku bukan untukmu

tuhanmu menciptakan neraka
katamu, neraka buatan tuhanmu itu untukku
tuhanku juga menciptakan neraka
karena neraka buatan tuhanku itu untukmu

tapi kamu berteriak:
"kau harus percaya pada tuhanku,
agar tak dibuang ke dalam neraka jahanam buatan tuhanku!"

aku pun berteriak:
"kau yang harus mengakui tuhanku,
agar tak disiksa habis-habisan dalam neraka buatan tuhanku!"

"goblok!" bentakmu. "menurut agamaku, tuhanmu itu hantu!"
"bodoh!" sergahku. "menurut agamaku, justru tuhanmu itu hantu!"

"biadab!" umpatmu. "kau menghujat tuhanku!"
"bedebah!" makiku. "kau menghujat tuhanku!"

maka kamu dan aku saling naik pitam, saling mencabut parang
saling menyerang hingga parang bersarang dalam erang kesakitan

kamu mati
aku juga mati

kamu menghadap tuhanmu
aku menghadap tuhanku

di langit tuhanmu dan tuhanku mengadakan pertemuan
karena tuhanmu tidak rela menerima kematianmu
dan tuhanku pun tidak rela menerima kematianku
pertemuan menjadi debat tanpa batas
kesabaran tuhanmu habis
kesabaran tuhanku juga demikian
lantas tuhanmu berkelahi dengan tuhanku
perkelahian seru dari dendam kesumat purba

langit bergemuruh
halilintar runtuh

di bumi, anakmu bilang, "wah tuhanku marah."
anakku pun bilang, "tuhanku-lah yang marah."

"goblok!" bentak anakmu.
"tuhanku marah, gara-gara kau tidak mau menyembah tuhanku, bertobat dari kafirmu lalu masuk agamaku!"

"bodoh!" balas anakku.
"tuhankulah yang marah, gara-gara kau tidak mau menyembah tuhanku, bertobat dari kafirmu lalu masuk agamaku!"

"biadab!" umpat anakmu. "kau menghina agamaku!"
"bedebah!" maki anakku. "kau menghina agamaku!"

maka anakmu dan anakku saling bersitegang,
saling mencabut parang
saling menyerang
hingga parang bersarang dalam erang kesakitan

anakmu mati
anakku juga mati

anakmu menghadap tuhanmu
anakku menghadap tuhanku

di langit tuhanmu dan tuhanku mengadakan pertemuan lagi
karena tuhanmu tidak ikhlas menerima kematian anakmu
dan tuhanku pun tidak ikhlas menerima kematian anakku

pertemuan kembali menjadi debat tanpa batas
kesabaran tuhanmu habis
kesabaran tuhanku juga begitu

lantas tuhanmu berkelahi lagi dengan tuhanku
perkelahian seru dari dendam kesumat purba

langit bergemuruh
halilintar runtuh

di bumi, cucumu bilang:
"wah tuhanku murka, sebab ia membenci adanya orang-orang kafir semacam kau!"

cucuku pun bilang:
"tuhanku-lah yang murka, sebab ia membenci adanya orang-orang kafir semacam kau!"

lantas, lagi-lagi saling tebas
sama-sama nyawa lepas

di suatu tempat, iblis, setan, ruh jahat dan sesamanya
berkumpul melingkari meja, menyaksikan semua
mereka tertawa terbahak-bahak, sambil menikmati perjamuan darah non-alkohol
"sesungguhnya, kita tahu siapa tuhan yang sebenarnya itu," kata mereka

=== === === === === === === === === === === === === === === === ===

Komentar Saya:
Tuhan bukanlah sesuatu yang harus dibela, mengapa? Bagi Anda yang percaya sifat-sifat tuhan, bukan kah Anda tahu bahwa salah satu sifat tuhan adalah Maha Kuasa? Bukan kah Kuasa tuhan melampaui kuasa manusia dan lainnya?
Ber-agurment soal tuhan mana yang lebih superior, sama saja seperti dua anak kecil yang berkelahi mengenai siapakah ayahnya yang lebih hebat, hihihi...

Bila kita menyadari bahwa ke-tuhan-an adalah realitas tertinggi (absolut), tentu saja tuhan bukanlah sesuatu yang harus di wacanakan, dibicarakan apa lagi diperdebatkan. Sebab, bila tuhan diwacanakan atau dibicarakan, maka tuhan telah kehilangan ke-mutlak-kan nya.



Gautama The Buddha: Kebenaran Tertinggi hanya dapat di-realisasi-kan
Bodhi Dharma: Kebenaran Tertinggi melampaui kata-kata
Lao Tze: Tao yang benar adalah tao yang tidak dibicarakan

Saya: bisakah Anda menjelaskan seperti apa rasa buah Mangga yang asam???


Note:
1. Renungan diatas diambil dari tanhadi.blogspot.com

Jumat, 19 Juli 2013

PUASA DALAM AGAMA BUDDHA

Oleh : Bhikkhu Saccadhammo

Apabila seseorang ingin hidup bahagia dan memperoleh kesenangan dengan tidak menyiksa makhluk lain, yang juga mendambakan kebahagiaan; maka dalam kelahiran berikutnya ia akan memperoleh kebahagiaan

(Dhammapada X:1)


Alkisah, suatu ketika seorang pendeta melakukan perjalanan jauh dengan menggunakan angkutan umum. Di tengah jalan, ada seorang wanita muda yang lengkap dengan pakaian mininya menyetop angkutan tersebut dan duduk persis di samping pendeta. Doa pertama dari pendeta tadi adalah, "Tuhan jauhkanlah hamba dari segala godaan."

Di sebuah tikungan tajam dan berbatu, angkutan umum itu bergoyang-goyang sehingga membuat sang gadis tadi ketakutan. Sebagai akibatnya, badan wanita tadi menyentuh badan sang pendeta. Kali ini, pendeta pun berdoa," Tuhan, kuatkanlah iman hambamu." Beberapa saat kemudian, jalan yang amat rusak membuat bis melompat-lompat secara amat menakutkan. Begitu menakutkannya sampai-sampai membuat sang gadis memeluk sang pendeta seerat-eratnya. Kali inipun sang pendeta berdoa lagi, "Tuhan, terjadilah apa yang menjadi kehendak-Mu."

Nafsu keinginan
Nafsu keinginan telah lama menjadi komando yang amat mengerikan dalam kehidupan manusia. Dikatakan komando mengerikan karena nafsu keinginan hanya memiliki daya untuk merusak. Agar keinginannya tercapai, ia tidak segan-segan menggunakan cara-cara yang jahat. Bila ada yang menghalang-halangi nafsunya, ia pun akan menempuh cara-cara yang kotor untuk melemahkan, bahkan bila perlu menghancurkan pihak-pihak yang menghalanginya. Kehadirannya terus-menerus meminta korban.

Akar dari semua sikap mental ini adalah ketidaktahuan (moha) dan pengetahuan yang salah (avijja). Sikap mental ini kemudian melahirkan egoisme. Bila egoisme telah menguasai batin manusia, nafsu keinginan akan mendominasi pikirannya. Bila ini yang terjadi manusia akan menjadi budak keinginannya. Seorang akan terjangkit keinginan untuk terus berkuasa untuk terus-menerus menjadi pemimpin, dan lain-lain. Dalam tataran yang lebih luas, manusia tidak lagi sekedar mengusahakan apa yang dibutuhkan untuk kebahagiaan hidupnya, tetapi malah terjebak dalam usaha untuk terus-menerus memenuhi apa yang diinginkannya. Padahal kita tahu bahwa keinginan manusia tidak ada batasnya.

lbarat kereta kuda
Kalau boleh dianalogikan, kehidupan manusia yang dikomando nafsu keinginan mirip dengan sebuah kereta yang ditarik oleh enam kuda yang bernama indra-indra. Ditarik oleh kuda liar yang bernama mata, kuda liar yang bernama telinga, hidung, mulut, kulit, dan pikiran. Ada banyak orang yang membiarkan dirinya ditarik secara amat liar oleh mata, telinga, hidung, rasa, kulit dan pikiran.

Begitu melihat benda bagus, timbul nafsu keinginan untuk memilikinya. Ketika telinga mendengar berita buruk, reaksi buruk pun langsung bermunculan. Tatkala bertemu makanan enak, mulutpun minta dipuaskan. Kehidupan demikian amat mirip dengan kereta yang ditarik oleh enam kuda liar, berjalan amat cepat tetapi tanpa diimbangi dengan kusir yang pandai. Akhirnya, jadilah kehidupan manusia laksana sebuah kereta yang lari ke sana kemari tanpa tujuan. Alih-alih sampai ke tempat tujuan, malah akan jatuh ke dalam jurang.

Oleh karena itu, sudah saatnya kita belajar menjadi kusir untuk menjinakkan keenam kuda liar ini. Bukankah kereta kehidupan kita akan mencapai tujuan bila kita dapat menjadi kusir yang piawai mengendalikan kuda-kuda liar tersebut?

Mengendalikan diri
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan mata, telinga, hidung, mulut, kulit dan pikiran. Indera-lndera ini hanyalah instrumen yang netral. Demikian juga tidak ada yang salah dengan kuda-kuda tersebut. Bila bisa dikendalikan, justru akan menjadi sahabat yang bermanfaat. Tidak ada yang salah juga dengan militer, sejauh itu tidak digunakan untuk kepentingan yang kotor. Jadi, semuanya tergantung bagaimana kita menggunakannya. Bila indera-indera ini digunakan untuk sesuatu yang baik maka akan mendatangkan kedamaian dan kebahagiaan. Sebaliknya, bila indera-indera ini digunakan secara salah maka akan mendatangkan kegelisahan dan penderitaan. Demikian juga, bila kuda-kuda liar itu bisa dijinakkan dan dikendalikan maka akan membawa kita ke tempat tujuan. Sebaliknya, bila kita tidak sanggup menjadi kusir yang pandai maka kuda-kuda tersebut akan menyeret kita ke dalam jurang.

Oleh karena itu, diperlukan suatu cara untuk mengendalikan keinginan. Bagaimana cara mengendalikan keinginan? Tidak ada jalan lain selain latihan. Dalam konteks ini latihan adalah berpuasa. Berpuasa itu tidak lain adalah latihan pengendalian diri.

Makna puasa
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa masyarakat Buddhis terdiri dari para rohaniawan (Pabbajjita) dan para perumah tangga/ umat awam (Gharavasa). Para rohaniawan mendisiplinkan kehidupannya dengan menjalankan 227 tata tertib. Sedangkan para perumah tangga/ umat awam mendisiplinkan hidupnya dengan menjalankan tata tertib (Pancasila).
Sesuai tekad yang sudah diambil, para rohaniawan akan menjalankan 227 tata tertib selama hidupnya. Dengan kata lain, para rohaniawan akan berpuasa selama hidupnya. Sementara umat awam yang menjalankan lima sila, pada saat-saat tertentu dianjurkan untuk melakukan latihan spiritual yang lebih tinggi (puasa) dengan menjalankan delapan sila (Atthasila).
Secara tradisi para perumah tangga/ umat awam akan menjalankan latihan puasa (Atthasila) pada bulan gelap dan terang (tanggal 1 dan 15 penanggalan bulan kalender buddhis). Di beberapa tempat, para perumah tangga/ umat awam juga menjalankan latihan ini pada tanggal 8 dan 23 (penanggalan bulan kalender buddhis). Disebutkan juga bahwa umat Buddha yang menjalankan latihan atthasila berarti sedang menjalankan uposatha, dan uposatha sering disinonimkan dengan kata upavasa.

Menilik kata puasa, banyak ahli bahasa memang menyatakan bahwa "puasa" berasal dari kata upavasa (bahasa Pali). Tidak bisa dipungkiri bahwa bangsa Indonesia pernah memeluk agama Buddha, dan menjadikannya sebagai agama negara (zaman Mataram Syailendra dan Majapahit) sehingga tidak bisa diragukan lagi bahwa kata puasa berasal dari kata upavasa. Sebagai contoh kita bisa menemukan banyaknya bahasa Pali atau Sansekerta yang diserap ke dalam bahasa Indonesia, misalnya: suriya menjadi surya, vanita menjadi wanita, dighayu menjadi dirgahayu, dan masih banyak lagi yang lainnya. Memang, kata puasa belakangan secara formal sudah digunakan oleh umat lslam ketika menjalankan ibadah di bulan ramadhan. Tetapi disebutkan juga bahwa kata puasa tidak ditemukan dalam kitab suci umat lslam. Yang ada dalam kitab suci umat lslam hanya kata saung, tentu pengertiannya mirip dengan kata puasa.

Masalahnya, istilah puasa dalam pengertian umum kita, diterjemahkan lebih sempit dibandingkan istilah upavasa (uposatha). Kata upavasa atau uposatha (dalam kamus bahasa Pali) memiliki arti lebih luas yaitu menghindari nafsu duniawi. Sedangkan, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah puasa memiliki arti yang lebih sempit yakni menghindari makan, minum dan sebagainya dengan sengaja (terutama bertalian dengan keagamaaan).

Adapun upavasa (uposatha atthasila) yang dijalankan oleh umat Buddha adalah:
  1. Bertekad akan melatih diri menghindari pembunuhan makhluk hidup.
  2. Bertekad akan melatih diri menghindari mengambil barang yang tidak diberikan.
  3. Bertekad akan melatih diri menghindari berhubungan seks/asusila.
  4. Bertekad akan melatih diri menghindari berbicara atau berucap yang tidak benar.
  5. Bertekad akan melatih diri menghindari segala makanan dan minuman yang dapat melemahkan kesadaran.
  6. Bertekad akan melatih diri menghindari makan setelah tengah hari.
  7. Bertekad akan melatih diri menghindari menyanyi, menari, bermain musik, pergi melihat hiburan, memakai bunga-bungaan, wangi-wangian, serta alat- alat kosmetik yang bertujuan untuk memperindah/ mempercantik diri.
  8. Bertekad akan melatih diri menghindari pemakaian tempat tidur dan tempat duduk yang mewah.

    Kesimpulan
    Bagaimanapun sulitnya, kita sama-sama memiliki kewajiban untuk mengendalikan diri (berpuasa). Bagi perumah tangga, tentu sangat berguna bila sungguh-sungguh mengendalikan diri dengan latihan uposatha atthasila. Mungkin saja, kita belum benar-benar mampu membebaskan batin kita dari nafsu keinginan. Tetapi dengan mengendalikan diri (menjalankan puasa) berarti kita sudah melemahkan nafsu keinginan.

    Contoh sederhana saja, kita bisa memulai dari sektor makanan. Kita mengendalikan kuda liar yang bernama mulut (indera perasa) dengan makan secukupnya (sesuai dengan latihan atthasila). Seleksi jenisnya. Pengalaman para bijaksana bertutur, ketika nafsu keinginan dikendalikan (berpuasa) banyak persoalan kehidupan kita akan berkurang. Setidaknya, dengan memulai dari sektor makanan, kita telah memilih cara hidup yang sehat. Tidak hanya fisik kita yang sehat, batinpun akan lebih sehat dari penyakit keserakahan dan ketamakan. Lebih jauh lagi kita mengendalikan indera-indera yang lain. Singkatnya, ketika kita sudah melatih diri dengan mengendalikan indera-indera kita, pada saat yang sama kita telah berusaha untuk lepas dari cengkaraman komando nafsu keinginan.

BENARKAH MANUSIA DI GODA???

By Wiryadharma


Kebanyakan orang beranggapan, sesuatu hal yang menarik diluar dirinya dianggap sebagai Godaan.
Godaan muncul melalui kontak:
1. Mata: melihat hal yang indah/ sexy
2. Telinga: mendengar hal-hal yang menarik dan menggiurkan
3. Hidung: mencium makanan sehingga membuat perut lapar
4. Sentuhan: kontak dengan lawan jenis sehingga menimbulkan hasrat

Namun, apakah benar bahwa objek diluar diri kita adalah godaan?

"Walapun seseorang berhasil menaklukan musuh didalam beribu-ribu pertempuran,
Orang tersebut tidak layak disebut sebagai penakluk sejati
Seseorang yang berhasil menaklukan dirinya sendiri, itulah yang patut disebut Penakluk Sejati"
(Buddha Gautama)

Para bijaksanawan, sudah menyatakan bahwa musuh sesungguhnya bukan-lah OBJEK DILUAR DIRI KITA. Musuh sesungguhnya berada DIDALAM DIRI KITA.
Orang yang menyebut diluar dirinya sebagai GODAAN, sesungguhnya mencerminkan betapa rapuh KESABARAN yang ada didalam dirinya, karena telah dikalahkan/ dikuasai oleh KESERAKAHAN (Lobha) ataupun NAFSU YANG MEMBELENGGU DIRINYA.

Ada diantara kita yang terkadang sulit untuk membedakan antara KEBUTUHAN dengan KEINGINAN.
Saya ingin membeli ini, Saya ingin membeli itu
Saya ingin punya ini, Saya ingin punya itu
Saya mau ini, Saya mau itu
Namun, tidak jarang, kita menyesal setelah membeli. 
Ternyata saya tidak membutuhkan ini.

Keinginan memunculkan KESERAKAHAN.
KESERAKAHAN muncul sedikit demi sedikit, menumpuk, dan merusak Bathin.
Kemudian yang terjadi selanjutnya adalah Anggapan Munculnya Godaan.

Anggapan munculnya godaan ini, disebabkan oleh Pandangan Keliru (Miccha Ditthi), yang tidak bisa membedakan antara Benar dan Salah, Patut dan Tidak Patut, serta Baik dan Buruk. Pandangan Keliru juga menyebabkan Pola Berpikir Keliru, sehingga menimbulkan keinginan, kemelekatan, atau nafsu keinginan rendah (Tanha).

Darimana Pandangan Keliru muncul?
Pandangan Keliru muncul dari Ketidaktahuan atau Kebodohan (Avidya) diri kita sendiri. Mengikis Kebodohan yang ada didalam diri kita melalui Pengetahuan (Vidya), sehingga muncul Pandangan Benar (Samma Ditthi), menjadikan Pola Berpikir dan Tingkah Laku Kita akan Benar. Dengan demikian, Godaan hanyalah Pandangan Keliru yang berusaha membuat pembenaran bagi kita untuk melakukan sesuatu yang tidak benar menjadi benar dan akibatnya hanya membawa kerugian bagi diri kita sendiri dan juga orang-orang disekitar kita.

Mengutip syair Dhammapada, Bab 1, ayat 1-2
Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran jahat, maka penderitaan akan mengikutinya, bagaikan roda pedati mengikuti langkah kaki lembu yang menariknya.

Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk. Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran murni, maka kebahagiaan akan mengikutinya, bagaikan bayang-bayang yang tak pernah meninggalkan bendanya.

Sabtu, 11 Mei 2013

Dana Paramita (Kesempurnaan Dalam Ke-ikhlas-an)



Dalam Sasa Jataka diceritakan bahwa pada suatu ketika Bodhisatta terlahir sebagai seekor kelinci, mempunyai 3 sahabat sejati yaitu seekor monyet, seekor anjing hutan, dan seekor berang berang. Mereka hidup dengan rukun dan damai di dalam hutan. Diantara mereka, kelincilah yang paling bijaksana. Mereka biasanya mengembara mencari sesuatu untuk mereka makan, dan berkumpul setiap 10 hari untuk membicarakan hal-hal yang baik. Kelinci yang bijaksana selalu menasehati sahabat-sahabatnya dengan berkata:

"Menolong yang lain, memberikan dana, berbuat baik, berbudi luhur dan memperingati hari hari suci"

Pada suatu hari, kelinci melihat bulan sedang purnama, lalu berkata: "sahabat-sahabat ku yang baik, besok tepat bulan purnama. Marilah kita melaksanakan ajaran dan berusaha lebih baik lagi. Apabila ada seseorang meminta sesuatu dari kita, berikanlah apa yang kita miliki. Melaksanakan dana dengan sila adalah perbuatan baik yang amat mulia". Sahabat-sahabat nya setuju dengan pendapat kelinci yang bijaksana itu.

Keesokan harinya mereka sudah mempersiapkan dirinya dengan baik, kelinci sudah mempunyai rumput untuk dimakan. Berang berang mempunyai beberapa ekor ikan yang ditemukan tergeletak di tanah. Monyet mempunyai sebuah mangga yang manis. Anjing mempunyai beberapa potong ikan kering dan sebuah labu.

Pada saat bulan purnama itu, mereka membahas ajaran untuk berbuat kebaikan. Kelinci dengan penuh ketulusan hati bertekad apabia ada seseorang yang datang kepadanya mencari makanan, dengan senang hati ia akan memberikan dagingnya sendiri.

Apabila ada seseorang yang mempunyai tekad suci yang amat besar di dunia ini maka tempat duduk Dewa Sakka, Raja para Dewa akan terasa panas. Pada hari yang istimewa itu temapt duduk Dewa Sakka terasa panas karena kekuatan tekad suci Kelinci itu. Dewa Sakka lalu dengan mata dewa-Nya melihat ke dunia dan beliau mengetahui sebab dari tempat duduknya yang terasa panas itu. Kemudian untuk menguji tekad suci Kelinci itu, Dewa Sakka berubah menjadi seorang Brahmana. Pertama beliau menghampiri berang-berang dan duduk dihadapannya. 

"Oh Brahmana, Mengapa anda datang kesini?" tanya berang-berang.

"O Sahabatku, seandainya aku dapat memperoleh makanan untuk dimakan, maka aku ingin melaksanakan Ajaran seperti kamu juga." Jawab Dewa Sakka.

Berang-Berang amat bahagia dan ingin memberikan ikan-ikan yang dimilikinya. Tetapi Dewa Sakka menolaknya dengan mengucapkan terima kasih. Beliau lalu menghampiri Anjing Hutan dan yang juga ingin memberikan apa yang dimilikinya. Dewa Sakka juga mengucapkan terima kasih lalu menghampiri Monyet yang juga ingin memberikan apa yang dimilikinya.

Akhirnya beliau menghampiri Kelinci yang bijak itu dan meminta sesuatu darinya. Kelinci itu amat berbahagia dengan kesempatan emas yang ini. Apa yang diharapkannya tercapai. Dengan penuh rasa bahagia dia berkata:

"O Brahmana, Anda amat baik hati datang kepadaku untuk mencari makanan. Aku akan mempersembahkan sesuatu yang tidak pernah aku lakukan sebelumnya. Tolong kumpulanlah ranting-ranting kayu dan nyalakan api, lalu beritahukanlah Aku bila sudah siap. Aku dengan senang hati akan melompat ke dalam kobaran api dan kupersembahkan hidupku kepadamu. Kalau dagingku sudah matang, silahkan Anda makan dan laksanakanlah Ajaran"

Seperti yang diminta kelinci itu, Dewa Sakka dengan kesaktiannya segera menciptakan tumpukkan ranting-ranting kayu dengan api yang sudah menyala, Beliau lalu memberitahukan kelinci. Hati kelinci itu diliputi oleh perasaan untuk tidak mementingkan dirinya sendiri, Ia lalu menggoyang-goyangkan tubuhnya supaya kutu-kutu yang ada di bulu-bulunya tidak ikut terbakar, tanpa rasa takut Ia lalu meloncat ke kobaran api yang menyala

Pengorbanan yang luar biasa!
Dengan bahagia Ia mempersembahkan hidupnya!
Kelinci, meskipun binatang, Ia tidak memperdulikan dirinya sendiri, tetapi Ia juga memperhatikan kepentingan makhluk lain. Ketika Ia mempersembahkan dirinya sendiri, Ia juga ingin menyelamatkan kutu-kutu yang berada di bulu-bulu tubuhnya, yang selalu menghisap darahnya.

Keajaiban terjadi!
Kelinci yang gagah berani itu tidak terbakar, bahkan selembar bulu ditubuhnya tidak terbakar. Dewa Sakka dengan kesaktiannya mengambil Kelinci itu dengan tangannya sendiri dan menyelamatkan hidupnya. Untuk Mengenang pengorbanan suci Kelinci itu ke seluruh dunia, Dewa Sakka menggambar bentuk Kelinci di bulan.

Setelah mencapai penerangan sempurna, YMS Buddha berkata:
"Melihat seseorang datang kepadaKu untuk mencari dana, Aku mempersembahkan hidupKu. Dalam persembahan ini tidak ada yang menandingiKu. Inilah penyempurnaan Dana ParamitaKu"


Sumber: Gatha Jataka vol 316

Jumat, 10 Mei 2013

Relik (Relic) atau Saririka Dhatu menurut Buddhisme

YM. Bhikkhu Uttamo Mahathera




Benda apa yang biasanya disebut Relik?
Istilah 'Relik' dalam Kamus Populer Kontemporer susunan Yose Rizal SM dan David Sahrani, SE diterangkan sebagai barang yang dianggap suci karena bekas peninggalan orang-orang keramat, nabi-nabi atau orang-orang suci lainnya. Sedangkan dalam istilah Buddhis, sesungguhnya relik disebut sebagai Saririka Dhatu, yaitu dapat diartikan sebagai 'sisa jasmani'.


Sering Dikatakan bahwa relik dapat bertambah besar atau bertambah banyak, apakah relik itu benda hidup?
Relik bukanlah benda hidup, karena dalam pengertian Buddhis, benda hidup adalah benda yang membutuhkan makanan dan cuaca yang ideal untuk menunjang kehidupannya. Sedangkan relik sama sekali tidak memerlukan keduanya. Relik bisa bertambah besar maupun kecil, bertambah banyak maupun berkurang adalah karena proses alam biasa seperti yang terjadi pada mutiara.


Apakah relik hanya dimiliki oleh umat Buddha saja?
Tidak hanya umat Buddha saja yang mempunyai relik. Oleh karena itu, dari definisi dalam Kamus Kontemporer di atas, dapat difahami bahwa relik bisa ditemukan di mana saja, termasuk di agama lain.


Bagaimana kita harus menghormati relik?
Seorang umat Buddha bisa meletakkan relik di altar/cetiya, di dekat Buddha rupang. Biasanya disusun di bawah Buddha rupang. Sehingga sewaktu mengadakan puja bakti, seseorang secara otomatis akan menghormat relik tersebut. Dalam masyarakat juga beredar 'Paritta Relik' yang kemudian dibaca pada saat mengadakan puja bakti di altar/cetiya, namun, perlu diketahui bahwa paritta itu bukan berasal dari sabda Sang Buddha sendiri, melainkan hanya merupakan produk tradisi suatu negara Buddhis tertentu.

Oleh karena itu, apabila memiliki relik, tidak ada keharusan untuk membaca 'Paritta Relik' di depannya. Kalau seseorang tidak memiliki altar/ cetiya, letakkanlah relik di tempat yang terhormat. Karena bagaimanapun juga, relik adalah merupakan sisa jasmani orang yang telah banyak melaksanakan Dhamma serta melatih meditasi.


Apakah ada pantangan khusus untuk memilikinya?
Karena seorang umat Buddha bila melaksanakan Buddha Dhamma adalah bertujuan untuk mengurangi kemelekatan, maka tentu saja, dengan memiliki relik tidak ada pantangan khusus untuknya. Namun, mengembangkan prilaku yang baik dan sesuai Buddha Dhamma melalui ucapan, perbuatan dan pikiran jelas harus selalu dilaksanakan baik seseorang memiliki relik ataupun tidak.


Katanya relik itu benda suci, jadi tempat dimana relik berada 10an meter sekelilingnya tidak akan terdapat makhluk yang berniat jahat, apakah betul?
Belum pernah ada bukti konkrit tentang hal ini, mungkin hal ini adalah merupakan kepercayaan semata. Karena, kalau memang kebenaran seperti yang ditanyakan tersebut, tentu si pemilik relik sudah tidak akan pernah memiliki pikiran jahat lagi setelah dekat dengan reliknya. Padahal, dalam kenyataannya, pemilik relik masih bisa berpikir, berucap dan bertindak yang tidak baik walaupun membawa relik itu sebagai mata kalung, misalnya.


Apakah yang perlu diketahui umat tentang relik, Bhante?
Relik adalah sisa jasmani orang yang telah melaksanakan Dhamma dengan sungguh-sungguh, karena tidak semua orang yang meninggal dapat menghasilkan relik. Dengan demikian, apabila kita mendapatkan relik, jadikanlah relik itu sebagai lambang pembangkit semangat kita untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan Buddha Dhamma. Sehingga, pada saat kita meninggal nanti, dan kemudian jasad kita di kremasikan, akan muncul relik sebagai sisa jasmani kita. Dengan demikian, memiliki relik akan menjadikan perilaku kita lebih baik dalam ucapan, perbuatan dan pikiran kita.

Jangan meminta-minta apapun juga kepada relik, karena hal itu justru akan menjadikan relik sebagai berhala. Relik tidak akan memberikan kebahagiaan maupun penderitaan untuk kita, namun, semuanya itu tergantung pada buah karma atau usaha kita masing-masing.

Rabu, 10 April 2013

Buddisme menurut Cendikiawan III



Seorang umat Buddha bukanlah merupakan budak dari sebuah buku ataupun dari seseorang. Tapi juga bukan dengan mengorbankan kebebasannya dalam berpikir hanya karena ia menjadi seorang pengikut Sang Buddha.

Ia dapat melatih keinginannya yang bebas dan mengembangkan pengetahuannya bahkan hingga dirinya sendiri mencapai tingkat kebuddhaan, karena semua orang memiliki benih-benih kebuddhaan.  
(Ven. Narada Maha Thera)


Bagaimanapun, tidak pernah cara Buddhis untuk menarik masuk pengikut baru dalam arti memaksakan ide-ide dan keyakinannya terhadap para pendengar yang enggan, sedikit ataupun banyak dengan menggunakan berbagai tekanan atau berbagai bujukan, penipuan, penyesatan, untuk mendapatkan pengikut terhadap pandangan seseorang.

Para misionaris Buddhis tidak pernah berlomba untuk mendapatkan pengikut baru.  (Dr. G. P. Malalasekara)



Jika suatu pertanyaan harus di pertimbangkan, ia harus dipertimbangkan dengan tenang dan demokratis seperti cara yang diajarkan oleh Buddha. 
(Nehru)








Tatkala kita membaca khotbah-khotbah Buddha, kita terkesan oleh semangat rasionalitasNya. Jalan etika Sang Buddha yang pertama ialah pandangan/ pengertian benar, suatu pandangan yang rasional.

Beliau berusaha menyingkirkan segala perangkap yang merintangi penglihatan manusia terhadap dirinya serta nasibnya. 
(Dr. S. Radhakrishnan)



Memang benar bahwa agama Buddha seperti yang kita temukan benar-benar tercatat, bukanlah merupakan suatu sistem hipotesis kuno, yang masih tetap merupakan tantangan bagi agama-agama lainnya. 
(Anglican Bishop Gore)








Saya semakin dan semakin merasakan bahwa Sakyamuni adalah yang paling serasi, baik dalam karakter maupun pengaruh dalam diriNya, Ia yang merupakan Sang Jalan, Sang Kebenaran, dan Sang Kehidupan.
(Bishop Milman)







Misi Sang Buddha benar-benar unik dalam sifatnya, karena itu ia berdiri jauh terpisah dari banyak agama-agama lainnya di dunia.

Misinya adalah untuk menggiring burung-burung idealisme yang sedang terbang melayang di angkasa untuk lebih mendekat ke bumi karena makanan bagi tubuh-tubuh mereka adalah milik sang bumi. 
(Hazrat Inayat Khan, “The Sufi Message”)




Sang Buddha bukanlah merupakan milik umat Buddha saja.
Beliau adalah milik semua umat manusia.
AjaranNya adalah umum untuk setiap orang.
Setiap agama yang muncul sesudah masa Sang Buddha, telah meminjam banyak ide-ide bijak dari Beliau. 
(Seorang Sarjana Muslim)


Sumber: Ven Dhammananda, Buddhism in The Eyes of Intelectuals









Buddhisme menurut Cendikiawan II




Agama Buddha adalah suatu gerakan demokrasi, yang menjunjung demokrasi dalam agama, demokrasi dalam masyarakat, dan demokrasi dalam politik. 

(Dr. Ambedkar)






Agama Buddha adalah agama misionaris yang pertama dalam sejarah kemanusiaan dengan suatu pesan keselamatan yang universal bagi semua umat manusia. Sang Buddha setelah mencapai Pencerah-an/Penerangan Sempurna, mengutus enam puluh satu siswaNya ke berbagai arah yang berlainan dan meminta mereka untuk membabarkan Dhamma demi kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia (Dr. K .N. Jayatilleke)




Adalah pendapat saya yang berhati-hati bahwasanya bagian penting dari ajaran Sang Buddha sekarang ini membentuk bagian yang integral pada Hinduisme.

Tidaklah mungkin bagi Hindu India dewasa ini untuk menelusuri kembali langkah-langkahnya dan melampaui reformasi besar yang dibuat oleh Buddha Gautama yang dapat memberi pengaruh terhadap Hinduisme. Dengan pengorbananNya yang demikian besar, dengan pelepasan agungNya, dan dengan kesucian yang tak bernoda dari hidupNya.

Beliau meninggalkan kesan yang tak terhapuskan pada Hinduisme, dan Hinduisme berhutang suatu hutang budi yang abadi kepada Sang Guru Agung tersebut.
(Mahatma Gandhi, “Maha Bodhi”)




Bukanlah Sang Buddha yang membebaskan manusia, akan tetapi Beliau mengajarkan mereka untuk membebaskan diri mereka sendiri, sama seperti Beliau telah membebaskan diriNya sendiri.

Mereka menerima ajaran Beliau tentang kebenaran, bukan karena hal itu berasal dariNya, tetapi karena keyakinan pribadi, yang dibangkitkan oleh kata-kataNya, yang timbul dari cahaya semangat mereka sendiri. 

(Dr. Oldenburg, Seorang Sarjana Buddhis Jerman)



Kelembutan, Ketenangan, Belas Kasih, dengan pembebasan dari kemelekatan dan keakuan, inilah ajaran dasar dari agama besar dari Timur, Agama Buddha.

(E.A. Burtt, “The Compassionate Buddha”)




Sumber: Ven. Dhammananda. Buddhism in The Eyes of Intellectuals


Selasa, 09 April 2013

Buddhisme menurut Cendikiawan I



Saya sendiri tidak dapat merasakan bahwasanya, baik dalam hal kebijaksanaan maupun dalam hal kebajikan, Kristus berdiri sama tinggi dengan sejumlah orang lainnya yang dikenal sejarah.

Saya pikir saya semestinya menempatkan Sang Buddha di atas Kristus dalam kedua hal tersebut. 

(Bertrand Russell, “Why I am not a Christian”)


Di antara agama-agama besar dalam sejarah, saya lebih menyukai Ajaran Buddha, karena menganut metode ilmiah dan menjalankannya sampai suatu kepastian yang dapat disebut rasionalistik, membahas sampai di luar jangkauan Ilmu Pengetahuan karena keterbatasan peralatan mutakhir. Ajaran Buddha adalah ajaran mengenai penaklukan pikiran. (Betrand Russell)



Agama Buddha telah berbuat lebih banyak bagi kemajuan peradaban dunia dan kebudayaan yang sejati daripada berbagai pengaruh lainnya dalam sejarah kemanusiaan. 

(H. G. Wells)






Nampaknya bahwa sifat keindahan yang baik itu akan tetap muda selamanya, duduk bersila di atas kesucian teratai dengan tangan kananNya terangkat menasehati, memberikan jawaban dalam kedua frase berikut:

Bila engkau berharap bebas dari penderitaan rasa takut, praktikanlah kebijaksanaan dan belas kasih”. (Anatole France)



Agama Buddha, sebaliknya adalah suatu sistem berpikir, suatu agama, suatu sains spiritual, dan suatu pandangan hidup, yang masuk akal, praktis dan menyeluruh.

Selama 2500 tahun ia telah memuaskan kebutuhan spiritual dari hampir sepertiga jumlah umat manusia.

Agama Buddha menarik perhatian dunia Barat, yang menekankan pada kepercayaan diri yang disertai dengan rasa toleransi terhadap pandangan orang lain, termasuk ilmu pengetahuan, agama, filsafat, psikologi, etika dan seni dan menunjuk manusia sendiri sebagai si pencipta dari kehidupannya saat ini serta perancang tunggal atas nasibnya. (Christmas Humpreys)


Sebagai umat Buddha atau bukan umat Buddha, saya telah memeriksa setiap sistem agama-agama besar di dunia ini, dan tidak ada sesuatu pun di dalam agama-agama itu saya temukan yang melebihi, keindahan dan kesempurnaan dari Jalan Mulia Berunsur Delapan serta Empat Kesunyataan Mulia dari Sang Buddha.

Saya merasa puas menyesuaikan kehidupan saya menurut jalan tersebut. (Prof. Rhys Davids)




Sebagai seorang pelajar studi banding agama, saya yakin bahwa Ajaran Buddha adalah yang paling sempurna yang pernah dikenal dunia.

Filsafat teori evolusi dan hukum karma jauh melebihi kepercayaan lainnya.

Tugas saya adalah menangani penderitaan batin dan inilah yang mendorong saya menjadi akrab dengan pandangan dan metode Buddha, yang bertema pokok mengenai rantai penderitaan, ketuaan, kesakitan, dan kematian. (Carl Gustav Jung)



Sumber: Ven, Dhammananda. Buddhism in The Eyes of Intellectuals


Buddhisme menurut Scientist


Hukum dalam pengertian ilmu pengetahuan pada hakikatnya adalah produk dari pikiran manusia dan tidak memiliki arti yang terpisah dari manusia.

Terdapat arti yang lebih dalam suatu pernyataan bahwa manusia memberikan hukum kepada alam daripada dalam kebalikannya bahwa alam memberikan hukum-hukum bagi manusia.

(Prof. Karl Pearson)

 

Manusia lebih besar daripada kekuatan-kekuatan alam yang membuta, karena meskipun ia dihancurkan oleh kekuatan-kekuatan tersebut, ia tetap unggul dalam hal kebajikan dari pengertian atau pemahamannya terhadap kekuatan-kekuatan tersebut. 

Terlebih lagi, Agama Buddha membawa kebenaran tersebut lebih jauh. Agama Buddha menunjukkan bahwa dengan jalan memiliki pengertian, manusia dapat mengendalikan keadaan dan lingkungannya. Ia tidak lagi bisa dihancurkan oleh kekuatan-kekuatan itu, tetapi menggunakan hukum-hukum alam tersebut untuk membangun dirinya sendiri. (Blaise Pascal)



Saya sudah sering mengatakan, dan saya akan lagi dan lagi mengatakan, bahwa antara agama Buddha dan Ilmu Pengetahuan modern terdapat suatu keterkaitan intelektual yang begitu erat.

(Sir Edwin Arnold)






Agama masa depan akan merupakan suatu agama kosmis.

Melampaui Tuhan sebagai pribadi serta menghindari dogma dan teologi. Mencakup baik alamiah maupun spiritual, agama tersebut seharusnya didasarkan pada pengertian religius yang timbul dari pengalaman akan segala sesuatu yang alamiah dan spiritual, sebagai suatu kesatuan yang penuh arti. Ajaran Buddha menjawab gambaran ini.

Jika ada agama yang akan memenuhi kebutuhan ilmiah modern, itu adalah Agama Buddha (Albert Einstein)




Sumber: Ven Dhammananda, Buddhism in The Eyes of Intelectuals.