Jumat, 01 Maret 2013

Influence of Buddhism on Christianity



Terjemahan dari:
Influence of Buddhism on Christianity, dalam ‘Voice of Buddhism’ Vol. 5 No.2, June 1968.
Penulis: Amarasiri Weeraratne, Ceylon

Dalam buku The Pagan Source of Christianity, Edward Carpenter menerangkan bagaimana Mithraisme atau kepercayaan-kepercayaan kuno kepada Dewa Matahari mempengaruhi dogma dan ajaran-ajaran Kristen. Dalam The Source of Christianity, Kwaja Kamal Udin, Imam masjid London menerangkan dengan jelas bagaimana doktrin-doktrin Bunda Perawan, Penyaliban untuk menyelamatkan dunia, Kebangkitan pada hari ketiga dan penetapan tanggal 25 Desember sebagai hari lahir Yesus diambil dari kepercayaan kuno kepada Dewa Matahari. Tidak hanya ini, tetapi juga tanggal-tanggal yang ditetapkan untuk peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Kristus diambil dari Mithraisme.

Agama Kristen didirikan di atas paham-paham yang ada dan dapat berterimakasih atas penghancuran perpustakaan Alexandria yang memiliki bukti-bukti yang nyata mengenai dasar-dasar agama tersebut. Agama Kristen memang tumbuh dari agama-agama yang lebih dulu, lebih tua dan lebih superior. Paham Logos berasal dari Neo Platonisme, paham Tuhan dari Judaisme, Baptisme dari Essenes, Komuni dari Zoroastrianisme dan Juru Selamat Dunia dari Paganisme….dan misteri-misteri hampir seluruhnya diambil ke dalam agama Kristen.

Dalam peniruan dari agama-agama yang lebih tua agama Kristen dalam kitab Amsal mengutip beberapa pasal kata demi kata dari tulisan-tulisan orang bijaksana Mesir Amenemopa. “Surat-surat Paulus” berasal dari versi-versi Samaria yang bersumber dari versi-versi Sansekerta mengenai Deva Bodhisattva. Bangsa Yahudi memiliki kitab Daniel dari buku-buku Zoroaster dan demikian juga kitab Wahyu merupakan pengetahuan yang telah dikenal pada masa sebelum Kristen dan mempunyai hubungan dengan tulisan-tulisan Zoroaster. Keempat Injil dan sebagian percakapan-percakapan merupakan penyajian kembali dalam bentuk lain dari keempat fase kehidupan Buddha (Marie Harlowe, Michigan USA).

Dalam artikel ini bukan maksud saya untuk meninjau semua sumber agama Kristen, melainkan pengaruh agama Buddha yang ada hubungannya dengan agama Kristen. Telah dikenal bahwa agama Buddha merupakan agama missionary yang pertama di dunia. Ketika dapat mengumpulkan 60 orang Arahat, Buddha mengutus mereka untuk pekerjaan missi dengan kata-kata, “Mengembaralah, oh para Bikkhu, untuk kesejahteraan dunia…” dan seterusnya. Berbeda dengan Yesus, yang ketika Ia hidup tidaklah menginginkan ajarannya dibawa keluar dari bangsa Yahudi. Ia berkata kepada murid-muridnya: “Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel” (Matius 10: 5-6). Tetapi setelah kebangkitannya di hadapan murid-muridnya Ia berkata: “Jadikanlah semua bangsa muridku”. Hal ini berbeda dengan apa yang dikatakannya ketika Ia hidup.

Dalam mewartakan agama Buddha, missionaris-missionaris Buddha sudah aktif sejak dari awal mula. Konferensi (konsili) Agung Sangha ketiga yang diadakan di Pataliputra, 250 tahun setelah Sang Buddha mencapai Parinibbana, memutuskan untuk menyiarkan agama Buddha ke seluruh dunia. Demikianlah di bawah Kaisar Asoka, berbagai delegasi dhammaduta diutus ke pelbagai negara Barat dan Timur. Di barat, Alexandria di Mesir dan lima negara Yunani di Asia kecil disebutkan dalam Inskripsi Raja Asoka, juga dalam Mahavamsa.

Alexandria di Mesir yang disebutkan di situ adalah kota kedua dalam Kekaisaran Romawi. Kota tersebut merupakan pusat kebudayaan di dunia barat pada abad kedua sebelum Masehi. Separuh kapal-kapal dagang pada zaman itu berlabuh di pelabuhan kota. Tidak hanya sebagai pusat perniagaan tetapi juga sebagai pusat kebudayaan tempat barat dan timur bertemu. Di kota kosmopolitan ini, sarjana-sarjana dari daerah sekitarnya berkumpul untuk mendiskusikan filsafat dan ilmu pengetahuan. Mereka menggunakan fasilitas perpustakaan Alexandria yang termashyur itu yang memiliki perbendaharaan pengetahuan yang berharga.

Di sini sejumlah pengaruh agama Buddha datang melalui misionaris-missionaris Asoka, pengetahuan mengenai agama Buddha dan buku-buku yang dipengaruhi agama Buddha tersedia untuk sarjana-sarjana ini. Clement dari Alexandria (abad ke-2) menyebut-nyebut agama Buddha, Jain dan Brahmana dalam tulisannya. Ia menyebut nama Buddha. Pendeta Inge dalam tulisannya juga menyebutkan fakta-fakta yang sesuai bahwa Alexandria adalah tempat belajar dan pusat kebudayaan pada abad kedua Masehi. Di sini, dalam perpustakaan Alexandria inilah penulis-penulis Injil memperoleh pengetahuan tentang agama Buddha dan paham-paham Buddha yang menjadi latar belakang tulisan-tulisan mereka.

Hal ini menimbulkan pertanyaan bilamana Injil-injil ditulis dan oleh siapa? Cukup bertentangan dengan pendapat umum, Injil-injil menurut Matius, Markus, Lukas dan Yohanes bukanlah ditulis oleh mereka. Tidak ada bukti-bukti di dalam Injil-injil berkenaan dengan pengarangnya, kecuali dalam Injil Yohanes. Injil terakhir yang penuh dengan paham-paham Theologis yang berbeda dengan ajaran-ajaran Etika yang terdapat dalam ketiga Injil lainnya. Ini merupakan Injil yang diduga oleh para ahli sebagai hasil karya seorang Theolog yang lebih belakangan.

Faustus seorang Manichean abad ketiga menyatakan: Tiap orang mengetahui bahwa Injil-injil bukanlah ditulis oleh Yesus Kristus ataupun oleh murid-muridnya sendiri, melainkan lama setelah mereka dan dipengaruhi oleh tradisi-tradisi ditulis oleh orang-orang yang mengetahui serta menduga bahwa tulisan-tulisan mereka tidaklah akan diterima oleh karena bukanlah datang dari observasi mereka sendiri. Oleh karena itu mereka menempatkan sebagai tradisi nama rasul-rasul pada masa itu.

Bahkan Augustine kepala gereja pada masa awal meyatakan, “Hal-hal yang sekarang dikenal sebagai agama Kristen muncul diantara agama-agama…maupun yang sudah ada sebelum agama Kristen muncul”. Hal ini menerangkan bagaimana ajaran-ajaran dan kepercayaan-kepercayaan dari agama-agama sebelum Kristen berkorporasi menjadi agama Kristen.

Keempat Injil ditulis pada masa pertengahan kedua abad kedua Masehi. Pada waktu itu semua murid Yesus telah meninggal. Karena Yesus menjanjikan kedatangannya yang kedua dan datangnya akhir zaman dalam waktu dekat, yaitu dalam masa hidup murid-muridnya, maka tidaklah dipikirkan untuk mencatat Injil atau yang diajarkan Yesus. Tetapi setelah murid Yesus yang terakhir bertahan Yohanes meninggal pada usia 120 tahun, ternyata ramalan Yesus tidak tergenapkan. Mereka kemudian menduga bahwa kedatangannya yang kedua baru akan terjadi nanti pada suatu waktu yang jauh.

Setelah gereja tumbuh dan berpengaruh dengan diangkatnya menjadi agama negara dari Kekaisaran Romawi, maka menjadi perlu untuk menulis Injil-injil dan kitab-kitab suci agama Kristen lainnya. Sampai waktu itu Perjanjian Lama, kitab suci bangsa Yahudi melayani kebutuhan agama Kristen. Sejak waktu itulah muncul sejumlah besar tulisan-tulisan suci sebagai Injil-injil dan surat-surat.

Lukas pada permulaan Injilnya, menyebutkan adanya banyak Injil. Ini merupakan sindiran terhadap 49 Injil yang semuanya mengaku otentik yang ada pada waktu itu. Bahkan surat Petrus yang kedua dalam Perjanjian Baru sekarang ini dikenal sebagai hasil karya seorang penulis yang memakai nama murid Yesus yang dihormati itu. Pengikut-pengikut Marcion menyatakan bahwa Injil Lukas merupakan saduran dari Injil yang ditulis oleh Marcion dengan hiasan-hiasan dan tambahan-tambahan.


PERJANJIAN BARU
Dari kekacauan ini Perjanjian Baru yang ada itu diseleksi dan disusun oleh Konsili yang diketuai oleh Paus di Damascus pada tahun 382 setelah Masehi. Ini kemudian disahkan oleh Konsili di Karthago dan kitab-kitab palsu yang dikenal sebagai ‘The Sunday Afternoon Literature of The Early Church’ tidak dipakai lagi. Sejak saat itu tidak ada lagi kontroversi mengenai siapa yang autentik.

Tidak hanya Marcionisme tetapi juga Therapeutae, Essenes dan Gnostic adalah sekte-sekte Kristen yang sudah ada sebelum kristalisasi Gereja Katholik. Semua sekte ini dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Buddha. Peraturan dan upacara penahbisan dilahirkan dari pengaruh agama Buddha. Mendiang pendeta Menzil berpendapat tanpa ragu-ragu bahwa upacara-upacara dan ritus-ritus Therapeutae berasal dari missionaris-missionaris Buddha Asoka yang datang ke Mesir. Kata Therapeutae sendiri berasal dari bahasa Pali Theraputta yang merupakan istilah bagi rahib Buddha terutama Samanera, Juga doktrin Essenes merupakan campuran antara Judaisme dan ajaran–ajaran Buddha yang dapat dilihat dari pandangan mereka mengenai keselamatan melalui perkembangan 8 Tingkatan sesuai dengan 8 Jalan Utama dari agama Buddha.

Basilides, Bardesanes, Corpocretes, Marcion dan Valentinus adalah guru-guru Gnostic yang agung yang hidup sebelum terbentuknya Gereja Katholik. Mereka merupakan orang-orang terpelajar yang mempelajari ajaran-ajaran agama dari Timur dan Barat. Pengetahuan mereka mengenai paham-paham Buddha diteruskan kepada pengikut-pengikut mereka dan kepada agama Kristen yang datang setelah mereka. Gnostic percaya akan Karma dan Kelahiran Kembali, yang menjelma sebagai doktrin Kristen dalam pekerjaan suci mereka Pistis Sophia yang artinya Love and WisdomKaruna dan Panna (kasih dan kebijaksanaan), dua sifat dasar yang ditekankan di dalam agama Buddha.

Bahwa penulis-penulis Injil mengambil paham-paham agama yang mereka peroleh dari perpustakaan Alexanderia dapatlah dimengerti bila kita melihat adanya persamaan-persamaan antara kehidupan Buddha dan Yesus. Bahan-bahan lebih lanjut yang diambil dari kitab-kitab suci agama Buddha akan menguatkan pendapat ini.

Marilah kita memeriksa cerita-cerita tentang kehidupan Buddha dan Yesus. Nyanyian-nyanyian dan puji-pujian oleh para Malaikat pada waktu kelahiran Yesus mengingatkan kepada nyanyian-nyanyian oleh para Dewa pada waktu kelahiran pangeran Siddharta. Sebagaimana ditunjukkan oleh Vasilijev, kelahiran Bodhisattva (calon Buddha) telah dinubuatkan oleh para ahli ramal karena munculnya Bintang Bunga di atas Horizon. Peristiwa ini sesuai dengan Bintang Bethlehem. Lalita Vistara menyebutkan bahwa para dewa menyembah di hadapan bayi Bodhisattva. Injil menyebutkan bahwa orang-orang Majus menyembah di hadapan bayi Yesus.

Baik ibu Buddha maupun ibu Yesus melahirkan putera mereka dalam perjalanan. Sebatang cabang Sal terikat di atas kepala bayi Bodhisattva. Setangkai daun Palm terlihat diatas kepala bayi Yesus dalam lukisan Voltaire di perpustakaan Born. Sebagaimana disebutkan dalam Asvaghosa Buddhacarita, Bodhisattva yang belum dilahirkan terlihat transparant dalam rahim ibunya. Seni abad pertengahan melukiskan Maria dalam model ini.

Menurut ceritera tradisional Tiongkok, Raja Bimbisara diperingatkan terlebih dahulu akan kelahiran Bodhisattva dan dinasehati untuk menggunakan tentaranya membunuh sang pangeran. Disebutkan bahwa raja menolak nasehat tersebut. Herodes disebutkan telah memerintahkan untuk membunuh semua anak di bawah usia 3 tahun dengan maksud untuk membunuh Yesus. Sama sekali tidak ada bukti sejarah mengenai pembunuhan bayi-bayi tersebut baik dari catatan-catatan Yahudi maupun Romawi dan seluruh ide ini merupakan mitos yang diambil dari legenda Mahayana. Empat dewa pengasuh menyambut bayi Bodhisattva yang baru lahir. Empat raja dari Timur mengunjungi bayi Yesus di Bethlehem. Pangeran muda Siddharta adalah seorang murid yang brilliant dan ahli debat yang cakap. Sesuai dengan ini Yesus pada umur dua belas tahun digambarkan sebagai ahli debat yang cakap, yang berdebat dengan alim-ulama atau rabi-rabi Yahudi terpelajar di dalam Bait Allah mereka di Yerusalem. Hal ini tidak mungkin, karena bukanlah kebiasan rabi-rabi yang terpelajar ini untuk menghibur ataupun berdebat dengan anak-anak di dalam Bait Allah mereka di Yerusalem.

Cobaan terhadap Yesus oleh setan diambil dari cobaan Mara terhadap Bodhisattva. Menurut cerita tradisional Mahayana Bodhisattva berpuasa 49 hari setelah Ia mencapai penerangan. Serupa dengan ini Yesus berpuasa 40 hari. Setelah mengalahkan Mara Buddha memproklamasikan ajaran-ajarannya ke dunia. Dhammanya disebut ‘Subbhashita’ yang artinya berita baik, kata ‘Injil’ juga berati ‘berita baik’. Cerita tradisional Mahayana menyebutkan bahwa Bodhisattva dibawa ke puncak gunung diperlihatkan sebuah kota yang amat indah di bawahnya dan dijanjikan jabatan raja jika Ia menurut kepada Mara. Sesuai dengan ini kita temukan dalam Injil cerita tentang cobaan terhadap Yesus.

Banyak tokoh pertapa, brahmana maupun para dewa memberikan kesaksian atas penerangan sempurna Sang Buddha. Yesus mempunyai seorang Yohanes Pembabtis, seorang nabi kharismatik yang memberi kesaksian bahwa “Terang” itu telah datang. Ketika Bodhisattva meningalkan cara hidupnya yang keras dan makan, pertapa-pertapa temannya menyebutnya sebagai orang yang rakus. Orang-orang yang melihat Yesus makan dan minum sesuka hati menyebutnya sebagai orang yang lahap dan peminum. Buddha mencuci kaki seorang rahib sakit yang mengibakan hati, serupa dengan ini Yesus membasuh kaki murid-muridnya.

Dharmapada Tiongkok menyebutkan bahwa Buddha berjalan di atas air. Juga disebutkan bahwa salah seorang muridnya yang bernama Punna berjalan di atas gelombang-gelombang dan meredakan angin ribut di laut untuk menolong para pelaut yang berada dalam keadaan bahaya. Petrus disebutkan dalam injil mencoba perbuatan ini, tetapi Ia mulai tenggelam dan ditolong oleh Yesus. Disebutkan pula Yesus menghardik angin ribut dan gelombang di sebuah danau.

Buddha disebutkan seolah-olah telah turun dari surga di Sankassa. Injil-injil menyebutkan seolah-olah Yesus tampak dalam serombongan Malaikat surga untuk memuliakannya. Ketika gajah Nalagiri yang ganas menyerang Buddha, semua murid-muridnya lari kecuali Ananda. Semua murid-murid Yesus lari ketika Ia ditangkap di Getsemani. Diantara murid-murid Buddha, Devadatta yang tidak setia. Yesus mempunyai Yudas Iskariot yang menghianatinya.


TIDAK ADA SESUATU YANG BARU YANG DISEBUTKAN
Menurut Injil-injil terjadi kegelapan antara pukul dua belas hingga pukul tiga setelah Yesus disalibkan. Tidak ada penulis Romawi, sejarahwan ataupun penulis Yahudi yang pernah menyebutkan peristiwa tersebut. Yesus hidup dalam sejarah dan zaman di mana penulis-penulis Romawi telah mencatat dengan sangat teliti sekali semua fenomena-fenomena alam yang mereka observasi seperti gempa bumi, meteor, gerhana, komet, bintang-bintang dan sebagainya. Tidak ada sesuatupun yang disebutkan mengenai peristiwa yang tidak seperti biasanya ini. Gibbon dalam ‘Decline and Fall of The Roman Empire’ mengomentari anomali ini dengan sebuah sarkasme. Dari sini kita dapat menarik kesimpulan bahwa cerita mengenai kegelapan ini diilhami oleh kejadian serupa dalam cerita tradisional Buddhis ketika Buddha mencapai Maha Parinibbana.

Pengaruh agama Buddha terlihat lebih lanjut dalam ajaran Kristen. Ajaran-ajaran Buddha dalam bentuk tersamar ditemukan dalam Injil-injil sebagai doktrin Kristen. Tidak ada sesuatu yang baru dalam ajaran-ajaran Yesus yang tidak ada dalam agama-agama sebelumnya.

“Aku memberikan perintah baru kepada kamu yaitu supaya kamu saling mengasihi”. Adalah pernyatan kembali dari kata-kata Buddha “Akkodena jinekodam, asadum sadune jine”. Dalam Mahayana Sutra disebutkan “Perlakukanlah orang lain sebagaimana kamu ingin mereka memperlakukan kamu”. Ini diajarkan sebagai ajaran emas Yesus dalam agama Kristen. Kata-kata Buddha. ‘Yadisam vapate bijam tadisam harate phalam’ menjelma menjadi ‘hukum tabur-tuai’ dalam ajaran Kristen.

Perumpamaan-perumpamaan Buddhaghosha juga telah mempengaruhi penulis-penulis Injil. Buddhaghosha menyebutkan bahwa dengan melihat seorang wanita dengan nafsu, kehidupan seorang Brahmacari telah ternoda. Yesus mengatakan bahwa setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berjinah dengan dia di dalam hatinya. “Orang buta menuntun orang buta” di dalam Injil diambil dari Lalita Vistara.

Berilah kepada orang yang meminta kepadamu” adalah pengulangan kembali dari kata-kata Buddha “Dajja appasminhi yachito”. “Air sejuk secangkir” ditemukan dalam terjemahan ke dalam bahasa Tionghoa dari Mahayana Sutra ‘Ta Tan Yan Kiu Lu’.

Murid-murid Yesus yang dikatakan sebagai orang yang tidak percaya kepada Karma dan kelahiran kembali ditunjukkan dalam cerita tentang orang yang buta sejak lahir dan bertanya apakah keadaannya disebabkan oleh dosa-dosa sendiri atau dosa-dosa orang tuanya. Terdapat kejadian yang serupa dalam Saddharma Pundarika Sutra, dimana di dalamnya disebutkan bahwa orang yang dilahirkan buta sejak lahir karena sejumlah akusala kamma yang dibawanya. Yesus menunjukkan fakta bahwa apa yang masuk ke dalam mulut tidak dapat menajiskannya adalah pengulangan kembali dari kata-kata Buddha dalam Amagandha Sutra. Ajaran Kristen untuk memberikan pipi kanan kepada orang yang menampar pipi kiri diambil dari nasehat Buddha kepada Punna sebelum Ia berangkat ke Sunaparanta. "Janganlah memukul setelah dipukul", Buddha berkata pada kesempatan itu.

Lagi-lagi dalam perumpamaan Yesus kita melihat pengaruh paham-paham Buddha. “Kerajaan surga seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah, setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu”. Lambang suci agama Buddha Mahayana adalah permata dari mutiara. Sastra agama Buddha Tiongkok menyebutkan bahwa seorang yang telah menemukan mutiara yang sangat berharga (kebijaksanaan) melemparkannya kembali ke dalam laut, setelah Ia bertekad mengeringkan laut untuk mendapatkannya kembali.

Buddha dalam menunjukkan kebajikan membandingkannya dengan benih-benih yang ditaburkan di atas tanah subur. Dalam sebuah stanza “Saddha bijam tapo vutti”, Buddha membandingkan dirinya sendiri sebagai penabur dan pembajak. Demikian pula terdapat perumpamaan yang terkenal tentang seorang penabur dalam ajaran Kristen. Persembahan seorang janda miskin diambil dari hal yang serupa di dalam Kalpana Manditika. Rumah yang didirikan diatas pasir diambil dari Lalita Vistara. Cerita tentang Yesus meminta air kepada seorang wanita diambil dari cerita serupa tentang Ananda.

Banyak lagi yang dapat dibicarakan dalam hal ini. Fakta-fakta yang disebutkan di atas akan memberikan pengetahuan bagaimana jauhnya pengaruh agama Buddha dalam membentuk Injil-injil agama Kristen. Dapat disebutkan bahwa perpustakaan Alexandria telah dimusnahkan oleh sekelompok orang-orang Kristen yang fanatik di bawah pimpinan seorang Uskup pada tahun 391 setelah Masehi. Sejak itu sumber-sumber dari mana penulis-penulis Kristen memperoleh pengetahuan mereka mengenai agama-agama lain telah musnah dari dunia ini. Akhirnya saya dapat menceritakan bahwa Bodhisattva telah dinyatakan suci oleh gereja Katholik sebagai Santo Josaphat. Max Muller mengomentari hal ini dan mengatakan bahwa guru Kapilavastu itu telah dihormati oleh Gereja Katholik dengan menjadikannya seorang Santo.

Seseorang yang membaca cerita Santo Josaphat akan segera menemukan bagaimana cerita Bodhisattva’s Great Renunciation tersebar ke barat dan menimbulkan kegaguman dari orang beragama di barat. “Agama Kristen seperti sebuah sungai yang mengaliri daerah yang amat luas. Di banyak titik dengan nyata ia memperlihatkan infiltrasi dari paham-paham timur”, Bardesanes, guru Gnostik yang terakhir mengakui pengaruh ajaran-ajaran agama Buddha.