Terjemahan dari:
Influence of Buddhism on
Christianity, dalam ‘Voice of Buddhism’ Vol. 5 No.2, June 1968.
Penulis: Amarasiri
Weeraratne, Ceylon
Dalam
buku The Pagan Source of
Christianity, Edward
Carpenter menerangkan bagaimana Mithraisme atau
kepercayaan-kepercayaan kuno kepada Dewa Matahari mempengaruhi dogma dan
ajaran-ajaran Kristen. Dalam The Source of Christianity, Kwaja Kamal Udin, Imam masjid
London menerangkan dengan jelas bagaimana doktrin-doktrin Bunda Perawan,
Penyaliban untuk menyelamatkan dunia, Kebangkitan pada hari ketiga dan
penetapan tanggal 25 Desember sebagai hari lahir Yesus diambil dari kepercayaan
kuno kepada Dewa Matahari. Tidak hanya ini, tetapi juga tanggal-tanggal yang
ditetapkan untuk peristiwa-peristiwa dalam kehidupan Kristus diambil dari Mithraisme.
Agama
Kristen didirikan di atas paham-paham yang ada dan dapat berterimakasih atas
penghancuran perpustakaan Alexandria yang memiliki bukti-bukti yang nyata
mengenai dasar-dasar agama tersebut. Agama Kristen memang tumbuh dari
agama-agama yang lebih dulu, lebih tua dan lebih superior. Paham Logos berasal
dari Neo Platonisme, paham Tuhan dari Judaisme, Baptisme dari Essenes, Komuni dari
Zoroastrianisme dan Juru
Selamat Dunia dari Paganisme….dan misteri-misteri hampir seluruhnya diambil ke
dalam agama Kristen.
Dalam
peniruan dari agama-agama yang lebih tua agama Kristen dalam kitab Amsal
mengutip beberapa pasal kata demi kata dari tulisan-tulisan orang bijaksana
Mesir Amenemopa. “Surat-surat Paulus” berasal dari versi-versi Samaria yang
bersumber dari versi-versi Sansekerta mengenai Deva Bodhisattva. Bangsa Yahudi
memiliki kitab Daniel dari buku-buku Zoroaster dan demikian juga kitab Wahyu
merupakan pengetahuan yang telah dikenal pada masa sebelum Kristen dan
mempunyai hubungan dengan tulisan-tulisan Zoroaster. Keempat Injil dan sebagian
percakapan-percakapan merupakan penyajian kembali dalam bentuk lain dari
keempat fase kehidupan Buddha (Marie Harlowe, Michigan USA).
Dalam
artikel ini bukan maksud saya untuk meninjau semua sumber agama Kristen,
melainkan pengaruh agama Buddha yang ada hubungannya dengan agama Kristen.
Telah dikenal bahwa agama
Buddha merupakan agama missionary yang pertama di dunia. Ketika
dapat mengumpulkan 60 orang Arahat, Buddha mengutus mereka untuk pekerjaan
missi dengan kata-kata, “Mengembaralah,
oh para Bikkhu, untuk kesejahteraan dunia…” dan seterusnya. Berbeda
dengan Yesus, yang ketika Ia hidup tidaklah menginginkan ajarannya dibawa
keluar dari bangsa Yahudi. Ia berkata kepada murid-muridnya: “Janganlah kamu menyimpang ke jalan bangsa lain
atau masuk ke dalam kota orang Samaria, melainkan pergilah kepada domba-domba
yang hilang dari umat Israel” (Matius 10: 5-6). Tetapi setelah
kebangkitannya di hadapan murid-muridnya Ia berkata: “Jadikanlah semua bangsa muridku”.
Hal ini berbeda dengan apa yang dikatakannya ketika Ia hidup.
Dalam
mewartakan agama Buddha, missionaris-missionaris Buddha sudah aktif sejak dari
awal mula. Konferensi (konsili) Agung Sangha ketiga yang diadakan di
Pataliputra, 250 tahun setelah Sang Buddha mencapai Parinibbana, memutuskan
untuk menyiarkan agama Buddha ke seluruh dunia. Demikianlah di bawah Kaisar
Asoka, berbagai delegasi dhammaduta diutus ke pelbagai negara Barat dan Timur.
Di barat, Alexandria di Mesir dan lima negara Yunani di Asia kecil disebutkan
dalam Inskripsi Raja Asoka, juga dalam Mahavamsa.
Alexandria
di Mesir yang disebutkan di situ adalah kota kedua dalam Kekaisaran Romawi.
Kota tersebut merupakan pusat kebudayaan di dunia barat pada abad kedua sebelum
Masehi. Separuh kapal-kapal dagang pada zaman itu berlabuh di pelabuhan kota.
Tidak hanya sebagai pusat perniagaan tetapi juga sebagai pusat kebudayaan tempat
barat dan timur bertemu. Di kota kosmopolitan ini, sarjana-sarjana dari daerah
sekitarnya berkumpul untuk mendiskusikan filsafat dan ilmu pengetahuan. Mereka
menggunakan fasilitas perpustakaan Alexandria yang termashyur itu yang memiliki
perbendaharaan pengetahuan yang berharga.
Di
sini sejumlah pengaruh agama Buddha datang melalui misionaris-missionaris
Asoka, pengetahuan mengenai agama Buddha dan buku-buku yang dipengaruhi agama
Buddha tersedia untuk sarjana-sarjana ini. Clement dari Alexandria (abad ke-2)
menyebut-nyebut agama Buddha, Jain dan Brahmana dalam tulisannya. Ia menyebut
nama Buddha. Pendeta Inge dalam tulisannya juga menyebutkan fakta-fakta yang
sesuai bahwa Alexandria adalah tempat belajar dan pusat kebudayaan pada abad
kedua Masehi. Di sini, dalam perpustakaan
Alexandria inilah penulis-penulis Injil memperoleh pengetahuan tentang agama
Buddha dan paham-paham Buddha yang menjadi latar belakang tulisan-tulisan
mereka.
Hal
ini menimbulkan pertanyaan bilamana Injil-injil ditulis dan oleh siapa? Cukup
bertentangan dengan pendapat umum, Injil-injil menurut Matius, Markus, Lukas
dan Yohanes bukanlah ditulis oleh mereka. Tidak ada bukti-bukti di dalam
Injil-injil berkenaan dengan pengarangnya, kecuali dalam Injil Yohanes. Injil
terakhir yang penuh dengan paham-paham Theologis yang berbeda dengan
ajaran-ajaran Etika yang terdapat dalam ketiga Injil lainnya. Ini merupakan
Injil yang diduga oleh para ahli sebagai hasil karya seorang Theolog yang lebih
belakangan.
Faustus
seorang Manichean abad ketiga menyatakan: Tiap orang mengetahui bahwa
Injil-injil bukanlah ditulis oleh Yesus Kristus ataupun oleh murid-muridnya
sendiri, melainkan lama setelah mereka dan dipengaruhi oleh tradisi-tradisi
ditulis oleh orang-orang yang mengetahui serta menduga bahwa tulisan-tulisan
mereka tidaklah akan diterima oleh karena bukanlah datang dari observasi mereka
sendiri. Oleh karena itu mereka menempatkan sebagai tradisi nama rasul-rasul
pada masa itu.
Bahkan
Augustine kepala gereja pada masa awal meyatakan, “Hal-hal yang sekarang dikenal sebagai agama Kristen muncul diantara
agama-agama…maupun yang sudah ada sebelum agama Kristen muncul”.
Hal ini menerangkan bagaimana ajaran-ajaran dan kepercayaan-kepercayaan dari
agama-agama sebelum Kristen berkorporasi menjadi agama Kristen.
Keempat
Injil ditulis pada masa pertengahan kedua abad kedua Masehi. Pada waktu itu
semua murid Yesus telah meninggal. Karena Yesus menjanjikan kedatangannya yang
kedua dan datangnya akhir zaman dalam waktu dekat, yaitu dalam masa hidup
murid-muridnya, maka tidaklah dipikirkan untuk mencatat Injil atau yang
diajarkan Yesus. Tetapi setelah murid Yesus yang terakhir bertahan Yohanes
meninggal pada usia 120 tahun, ternyata ramalan Yesus tidak tergenapkan. Mereka
kemudian menduga bahwa kedatangannya yang kedua baru akan terjadi nanti pada
suatu waktu yang jauh.
Setelah
gereja tumbuh dan berpengaruh dengan diangkatnya menjadi agama negara dari
Kekaisaran Romawi, maka menjadi perlu untuk menulis Injil-injil dan kitab-kitab
suci agama Kristen lainnya. Sampai waktu itu Perjanjian Lama, kitab suci bangsa
Yahudi melayani kebutuhan agama Kristen. Sejak waktu itulah muncul sejumlah
besar tulisan-tulisan suci sebagai Injil-injil dan surat-surat.
Lukas
pada permulaan Injilnya, menyebutkan adanya banyak Injil. Ini merupakan
sindiran terhadap 49 Injil yang semuanya mengaku otentik yang ada pada waktu
itu. Bahkan surat Petrus yang kedua dalam Perjanjian Baru sekarang ini dikenal
sebagai hasil karya seorang penulis yang memakai nama murid Yesus yang
dihormati itu. Pengikut-pengikut Marcion menyatakan bahwa Injil Lukas merupakan
saduran dari Injil yang ditulis oleh Marcion dengan hiasan-hiasan dan
tambahan-tambahan.
PERJANJIAN BARU
Dari
kekacauan ini Perjanjian Baru yang ada itu diseleksi dan disusun oleh Konsili
yang diketuai oleh Paus di Damascus pada tahun 382 setelah Masehi. Ini kemudian
disahkan oleh Konsili di Karthago dan kitab-kitab palsu yang dikenal sebagai
‘The Sunday Afternoon Literature of The Early Church’ tidak dipakai lagi. Sejak
saat itu tidak ada lagi kontroversi mengenai siapa yang autentik.
Tidak hanya Marcionisme tetapi juga
Therapeutae, Essenes dan Gnostic adalah sekte-sekte Kristen yang sudah ada
sebelum kristalisasi Gereja Katholik. Semua
sekte ini dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Buddha. Peraturan dan
upacara penahbisan dilahirkan dari pengaruh agama Buddha. Mendiang pendeta
Menzil berpendapat tanpa ragu-ragu bahwa upacara-upacara dan ritus-ritus
Therapeutae berasal dari missionaris-missionaris Buddha Asoka yang datang ke
Mesir. Kata Therapeutae sendiri berasal
dari bahasa Pali Theraputta yang merupakan istilah bagi rahib Buddha terutama
Samanera, Juga doktrin Essenes merupakan campuran antara Judaisme dan
ajaran–ajaran Buddha yang dapat dilihat dari pandangan mereka mengenai
keselamatan melalui perkembangan 8 Tingkatan sesuai dengan 8 Jalan Utama dari
agama Buddha.
Basilides,
Bardesanes, Corpocretes, Marcion dan Valentinus adalah guru-guru Gnostic yang
agung yang hidup sebelum terbentuknya Gereja Katholik. Mereka merupakan
orang-orang terpelajar yang mempelajari ajaran-ajaran agama dari Timur dan
Barat. Pengetahuan mereka mengenai paham-paham Buddha diteruskan kepada
pengikut-pengikut mereka dan kepada agama Kristen yang datang setelah mereka.
Gnostic percaya akan Karma dan Kelahiran Kembali, yang menjelma sebagai doktrin
Kristen dalam pekerjaan suci mereka Pistis Sophia yang artinya Love and Wisdom – Karuna dan Panna (kasih dan
kebijaksanaan), dua sifat dasar yang
ditekankan di dalam agama Buddha.
Bahwa
penulis-penulis Injil mengambil paham-paham agama yang mereka peroleh dari
perpustakaan Alexanderia dapatlah dimengerti bila kita melihat adanya
persamaan-persamaan antara kehidupan Buddha dan Yesus. Bahan-bahan lebih lanjut
yang diambil dari kitab-kitab suci agama Buddha akan menguatkan pendapat ini.
Marilah
kita memeriksa cerita-cerita tentang kehidupan Buddha dan Yesus.
Nyanyian-nyanyian dan puji-pujian oleh para Malaikat pada waktu kelahiran Yesus
mengingatkan kepada nyanyian-nyanyian oleh para Dewa pada waktu kelahiran
pangeran Siddharta. Sebagaimana ditunjukkan oleh Vasilijev, kelahiran
Bodhisattva (calon Buddha) telah dinubuatkan oleh para ahli ramal karena
munculnya Bintang Bunga di atas Horizon. Peristiwa ini sesuai dengan Bintang
Bethlehem. Lalita Vistara menyebutkan bahwa para dewa menyembah di hadapan bayi
Bodhisattva. Injil menyebutkan bahwa orang-orang Majus menyembah di hadapan
bayi Yesus.
Baik
ibu Buddha maupun ibu Yesus melahirkan putera mereka dalam perjalanan. Sebatang
cabang Sal terikat di atas kepala bayi Bodhisattva. Setangkai daun Palm
terlihat diatas kepala bayi Yesus dalam lukisan Voltaire di perpustakaan Born.
Sebagaimana disebutkan dalam Asvaghosa Buddhacarita, Bodhisattva yang belum
dilahirkan terlihat transparant dalam rahim ibunya. Seni abad pertengahan
melukiskan Maria dalam model ini.
Menurut
ceritera tradisional Tiongkok, Raja Bimbisara diperingatkan terlebih dahulu
akan kelahiran Bodhisattva dan dinasehati untuk menggunakan tentaranya membunuh
sang pangeran. Disebutkan bahwa raja menolak nasehat tersebut. Herodes
disebutkan telah memerintahkan untuk membunuh semua anak di bawah usia 3 tahun
dengan maksud untuk membunuh Yesus. Sama sekali tidak ada bukti sejarah
mengenai pembunuhan bayi-bayi tersebut baik dari catatan-catatan Yahudi maupun
Romawi dan seluruh ide ini merupakan mitos yang diambil dari legenda Mahayana. Empat
dewa pengasuh menyambut bayi Bodhisattva yang baru lahir. Empat raja dari Timur
mengunjungi bayi Yesus di Bethlehem. Pangeran muda Siddharta adalah seorang
murid yang brilliant dan ahli debat yang cakap. Sesuai dengan ini Yesus pada
umur dua belas tahun digambarkan sebagai ahli debat yang cakap, yang berdebat
dengan alim-ulama atau rabi-rabi Yahudi terpelajar di dalam Bait Allah mereka
di Yerusalem. Hal ini tidak mungkin, karena bukanlah kebiasan rabi-rabi yang
terpelajar ini untuk menghibur ataupun berdebat dengan anak-anak di dalam Bait
Allah mereka di Yerusalem.
Cobaan
terhadap Yesus oleh setan diambil dari cobaan Mara terhadap Bodhisattva.
Menurut cerita tradisional Mahayana Bodhisattva berpuasa 49 hari setelah Ia
mencapai penerangan. Serupa dengan ini Yesus berpuasa 40 hari. Setelah
mengalahkan Mara Buddha memproklamasikan ajaran-ajarannya ke dunia. Dhammanya
disebut ‘Subbhashita’ yang artinya berita baik, kata ‘Injil’ juga berati
‘berita baik’. Cerita tradisional Mahayana menyebutkan bahwa Bodhisattva dibawa
ke puncak gunung diperlihatkan sebuah kota yang amat indah di bawahnya dan
dijanjikan jabatan raja jika Ia menurut kepada Mara. Sesuai dengan ini kita
temukan dalam Injil cerita tentang cobaan terhadap Yesus.
Banyak
tokoh pertapa, brahmana maupun para dewa memberikan kesaksian atas penerangan
sempurna Sang Buddha. Yesus mempunyai seorang Yohanes Pembabtis, seorang nabi
kharismatik yang memberi kesaksian bahwa “Terang” itu telah datang. Ketika
Bodhisattva meningalkan cara hidupnya yang keras dan makan, pertapa-pertapa
temannya menyebutnya sebagai orang yang rakus. Orang-orang yang melihat Yesus
makan dan minum sesuka hati menyebutnya sebagai orang yang lahap dan peminum.
Buddha mencuci kaki seorang rahib sakit yang mengibakan hati, serupa dengan ini
Yesus membasuh kaki murid-muridnya.
Dharmapada
Tiongkok menyebutkan bahwa Buddha berjalan di atas air. Juga disebutkan bahwa
salah seorang muridnya yang bernama Punna berjalan di atas gelombang-gelombang
dan meredakan angin ribut di laut untuk menolong para pelaut yang berada dalam
keadaan bahaya. Petrus disebutkan dalam injil mencoba perbuatan ini, tetapi Ia
mulai tenggelam dan ditolong oleh Yesus. Disebutkan pula Yesus menghardik angin
ribut dan gelombang di sebuah danau.
Buddha
disebutkan seolah-olah telah turun dari surga di Sankassa. Injil-injil
menyebutkan seolah-olah Yesus tampak dalam serombongan Malaikat surga untuk
memuliakannya. Ketika gajah Nalagiri yang ganas menyerang Buddha, semua
murid-muridnya lari kecuali Ananda. Semua murid-murid Yesus lari ketika Ia
ditangkap di Getsemani. Diantara murid-murid Buddha, Devadatta yang tidak
setia. Yesus mempunyai Yudas Iskariot yang menghianatinya.
TIDAK ADA SESUATU YANG BARU YANG DISEBUTKAN
Menurut
Injil-injil terjadi kegelapan antara pukul dua belas hingga pukul tiga setelah
Yesus disalibkan. Tidak ada penulis Romawi, sejarahwan ataupun penulis Yahudi
yang pernah menyebutkan peristiwa tersebut. Yesus hidup dalam sejarah dan zaman
di mana penulis-penulis Romawi telah mencatat dengan sangat teliti sekali semua
fenomena-fenomena alam yang mereka observasi seperti gempa bumi, meteor,
gerhana, komet, bintang-bintang dan sebagainya. Tidak ada sesuatupun yang
disebutkan mengenai peristiwa yang tidak seperti biasanya ini. Gibbon dalam ‘Decline and Fall of The Roman Empire’
mengomentari anomali ini dengan sebuah sarkasme. Dari sini kita dapat menarik
kesimpulan bahwa cerita mengenai kegelapan ini diilhami oleh kejadian serupa
dalam cerita tradisional Buddhis ketika Buddha mencapai Maha Parinibbana.
Pengaruh
agama Buddha terlihat lebih lanjut dalam ajaran Kristen. Ajaran-ajaran Buddha
dalam bentuk tersamar ditemukan dalam Injil-injil sebagai doktrin Kristen.
Tidak ada sesuatu yang baru dalam ajaran-ajaran Yesus yang tidak ada dalam
agama-agama sebelumnya.
“Aku
memberikan perintah baru kepada kamu yaitu supaya kamu saling mengasihi”.
Adalah pernyatan kembali dari kata-kata Buddha “Akkodena jinekodam, asadum sadune jine”. Dalam Mahayana Sutra
disebutkan “Perlakukanlah orang lain
sebagaimana kamu ingin mereka memperlakukan kamu”. Ini diajarkan sebagai
ajaran emas Yesus dalam agama Kristen. Kata-kata Buddha. ‘Yadisam vapate bijam tadisam harate phalam’ menjelma menjadi ‘hukum tabur-tuai’ dalam ajaran Kristen.
Perumpamaan-perumpamaan
Buddhaghosha juga telah mempengaruhi penulis-penulis Injil. Buddhaghosha
menyebutkan bahwa dengan melihat seorang wanita dengan nafsu, kehidupan seorang
Brahmacari telah ternoda. Yesus mengatakan bahwa setiap orang yang memandang
perempuan serta menginginkannya, sudah berjinah dengan dia di dalam hatinya. “Orang buta menuntun orang buta” di
dalam Injil diambil dari Lalita Vistara.
“Berilah kepada orang yang meminta kepadamu”
adalah pengulangan kembali dari kata-kata Buddha “Dajja appasminhi yachito”. “Air
sejuk secangkir” ditemukan dalam terjemahan ke dalam bahasa Tionghoa dari
Mahayana Sutra ‘Ta Tan Yan Kiu Lu’.
Murid-murid
Yesus yang dikatakan sebagai orang yang tidak percaya kepada Karma dan
kelahiran kembali ditunjukkan dalam cerita tentang orang yang buta sejak lahir
dan bertanya apakah keadaannya disebabkan oleh dosa-dosa sendiri atau dosa-dosa
orang tuanya. Terdapat kejadian yang serupa dalam Saddharma Pundarika Sutra,
dimana di dalamnya disebutkan bahwa orang yang dilahirkan buta sejak lahir
karena sejumlah akusala kamma yang dibawanya. Yesus menunjukkan fakta bahwa apa
yang masuk ke dalam mulut tidak dapat menajiskannya adalah pengulangan kembali
dari kata-kata Buddha dalam Amagandha Sutra. Ajaran Kristen untuk memberikan pipi kanan kepada orang yang
menampar pipi kiri diambil dari nasehat Buddha kepada Punna sebelum Ia
berangkat ke Sunaparanta. "Janganlah
memukul setelah dipukul", Buddha berkata pada kesempatan itu.
Lagi-lagi
dalam perumpamaan Yesus kita melihat pengaruh paham-paham Buddha. “Kerajaan
surga seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah, setelah
ditemukannya mutiara yang sangat berharga ia pun pergi menjual seluruh miliknya
lalu membeli mutiara itu”. Lambang suci agama Buddha Mahayana adalah permata
dari mutiara. Sastra agama Buddha Tiongkok menyebutkan bahwa seorang yang telah
menemukan mutiara yang sangat berharga (kebijaksanaan) melemparkannya kembali
ke dalam laut, setelah Ia bertekad mengeringkan laut untuk mendapatkannya
kembali.
Buddha
dalam menunjukkan kebajikan membandingkannya dengan benih-benih yang ditaburkan
di atas tanah subur. Dalam sebuah stanza “Saddha
bijam tapo vutti”, Buddha membandingkan dirinya sendiri sebagai penabur dan
pembajak. Demikian pula terdapat perumpamaan yang terkenal tentang seorang
penabur dalam ajaran Kristen. Persembahan
seorang janda miskin diambil dari hal yang serupa di dalam Kalpana Manditika.
Rumah yang didirikan diatas pasir diambil dari Lalita Vistara. Cerita tentang
Yesus meminta air kepada seorang wanita diambil dari cerita serupa tentang
Ananda.
Banyak
lagi yang dapat dibicarakan dalam hal ini. Fakta-fakta yang disebutkan di atas
akan memberikan pengetahuan bagaimana jauhnya pengaruh agama Buddha dalam
membentuk Injil-injil agama Kristen. Dapat disebutkan bahwa perpustakaan
Alexandria telah dimusnahkan oleh sekelompok orang-orang Kristen yang fanatik
di bawah pimpinan seorang Uskup pada tahun 391 setelah Masehi. Sejak itu
sumber-sumber dari mana penulis-penulis Kristen memperoleh pengetahuan mereka
mengenai agama-agama lain telah musnah dari dunia ini. Akhirnya saya dapat menceritakan bahwa Bodhisattva telah dinyatakan
suci oleh gereja Katholik sebagai Santo Josaphat. Max Muller mengomentari
hal ini dan mengatakan bahwa guru Kapilavastu itu telah dihormati oleh Gereja
Katholik dengan menjadikannya seorang Santo.
Seseorang
yang membaca cerita Santo Josaphat akan segera menemukan bagaimana cerita
Bodhisattva’s Great Renunciation tersebar ke barat dan menimbulkan kegaguman
dari orang beragama di barat. “Agama Kristen seperti sebuah sungai yang
mengaliri daerah yang amat luas. Di banyak titik dengan nyata ia memperlihatkan
infiltrasi dari paham-paham timur”, Bardesanes,
guru Gnostik yang terakhir mengakui pengaruh ajaran-ajaran agama Buddha.