Sabtu, 11 Mei 2013

Dana Paramita (Kesempurnaan Dalam Ke-ikhlas-an)



Dalam Sasa Jataka diceritakan bahwa pada suatu ketika Bodhisatta terlahir sebagai seekor kelinci, mempunyai 3 sahabat sejati yaitu seekor monyet, seekor anjing hutan, dan seekor berang berang. Mereka hidup dengan rukun dan damai di dalam hutan. Diantara mereka, kelincilah yang paling bijaksana. Mereka biasanya mengembara mencari sesuatu untuk mereka makan, dan berkumpul setiap 10 hari untuk membicarakan hal-hal yang baik. Kelinci yang bijaksana selalu menasehati sahabat-sahabatnya dengan berkata:

"Menolong yang lain, memberikan dana, berbuat baik, berbudi luhur dan memperingati hari hari suci"

Pada suatu hari, kelinci melihat bulan sedang purnama, lalu berkata: "sahabat-sahabat ku yang baik, besok tepat bulan purnama. Marilah kita melaksanakan ajaran dan berusaha lebih baik lagi. Apabila ada seseorang meminta sesuatu dari kita, berikanlah apa yang kita miliki. Melaksanakan dana dengan sila adalah perbuatan baik yang amat mulia". Sahabat-sahabat nya setuju dengan pendapat kelinci yang bijaksana itu.

Keesokan harinya mereka sudah mempersiapkan dirinya dengan baik, kelinci sudah mempunyai rumput untuk dimakan. Berang berang mempunyai beberapa ekor ikan yang ditemukan tergeletak di tanah. Monyet mempunyai sebuah mangga yang manis. Anjing mempunyai beberapa potong ikan kering dan sebuah labu.

Pada saat bulan purnama itu, mereka membahas ajaran untuk berbuat kebaikan. Kelinci dengan penuh ketulusan hati bertekad apabia ada seseorang yang datang kepadanya mencari makanan, dengan senang hati ia akan memberikan dagingnya sendiri.

Apabila ada seseorang yang mempunyai tekad suci yang amat besar di dunia ini maka tempat duduk Dewa Sakka, Raja para Dewa akan terasa panas. Pada hari yang istimewa itu temapt duduk Dewa Sakka terasa panas karena kekuatan tekad suci Kelinci itu. Dewa Sakka lalu dengan mata dewa-Nya melihat ke dunia dan beliau mengetahui sebab dari tempat duduknya yang terasa panas itu. Kemudian untuk menguji tekad suci Kelinci itu, Dewa Sakka berubah menjadi seorang Brahmana. Pertama beliau menghampiri berang-berang dan duduk dihadapannya. 

"Oh Brahmana, Mengapa anda datang kesini?" tanya berang-berang.

"O Sahabatku, seandainya aku dapat memperoleh makanan untuk dimakan, maka aku ingin melaksanakan Ajaran seperti kamu juga." Jawab Dewa Sakka.

Berang-Berang amat bahagia dan ingin memberikan ikan-ikan yang dimilikinya. Tetapi Dewa Sakka menolaknya dengan mengucapkan terima kasih. Beliau lalu menghampiri Anjing Hutan dan yang juga ingin memberikan apa yang dimilikinya. Dewa Sakka juga mengucapkan terima kasih lalu menghampiri Monyet yang juga ingin memberikan apa yang dimilikinya.

Akhirnya beliau menghampiri Kelinci yang bijak itu dan meminta sesuatu darinya. Kelinci itu amat berbahagia dengan kesempatan emas yang ini. Apa yang diharapkannya tercapai. Dengan penuh rasa bahagia dia berkata:

"O Brahmana, Anda amat baik hati datang kepadaku untuk mencari makanan. Aku akan mempersembahkan sesuatu yang tidak pernah aku lakukan sebelumnya. Tolong kumpulanlah ranting-ranting kayu dan nyalakan api, lalu beritahukanlah Aku bila sudah siap. Aku dengan senang hati akan melompat ke dalam kobaran api dan kupersembahkan hidupku kepadamu. Kalau dagingku sudah matang, silahkan Anda makan dan laksanakanlah Ajaran"

Seperti yang diminta kelinci itu, Dewa Sakka dengan kesaktiannya segera menciptakan tumpukkan ranting-ranting kayu dengan api yang sudah menyala, Beliau lalu memberitahukan kelinci. Hati kelinci itu diliputi oleh perasaan untuk tidak mementingkan dirinya sendiri, Ia lalu menggoyang-goyangkan tubuhnya supaya kutu-kutu yang ada di bulu-bulunya tidak ikut terbakar, tanpa rasa takut Ia lalu meloncat ke kobaran api yang menyala

Pengorbanan yang luar biasa!
Dengan bahagia Ia mempersembahkan hidupnya!
Kelinci, meskipun binatang, Ia tidak memperdulikan dirinya sendiri, tetapi Ia juga memperhatikan kepentingan makhluk lain. Ketika Ia mempersembahkan dirinya sendiri, Ia juga ingin menyelamatkan kutu-kutu yang berada di bulu-bulu tubuhnya, yang selalu menghisap darahnya.

Keajaiban terjadi!
Kelinci yang gagah berani itu tidak terbakar, bahkan selembar bulu ditubuhnya tidak terbakar. Dewa Sakka dengan kesaktiannya mengambil Kelinci itu dengan tangannya sendiri dan menyelamatkan hidupnya. Untuk Mengenang pengorbanan suci Kelinci itu ke seluruh dunia, Dewa Sakka menggambar bentuk Kelinci di bulan.

Setelah mencapai penerangan sempurna, YMS Buddha berkata:
"Melihat seseorang datang kepadaKu untuk mencari dana, Aku mempersembahkan hidupKu. Dalam persembahan ini tidak ada yang menandingiKu. Inilah penyempurnaan Dana ParamitaKu"


Sumber: Gatha Jataka vol 316

Jumat, 10 Mei 2013

Relik (Relic) atau Saririka Dhatu menurut Buddhisme

YM. Bhikkhu Uttamo Mahathera




Benda apa yang biasanya disebut Relik?
Istilah 'Relik' dalam Kamus Populer Kontemporer susunan Yose Rizal SM dan David Sahrani, SE diterangkan sebagai barang yang dianggap suci karena bekas peninggalan orang-orang keramat, nabi-nabi atau orang-orang suci lainnya. Sedangkan dalam istilah Buddhis, sesungguhnya relik disebut sebagai Saririka Dhatu, yaitu dapat diartikan sebagai 'sisa jasmani'.


Sering Dikatakan bahwa relik dapat bertambah besar atau bertambah banyak, apakah relik itu benda hidup?
Relik bukanlah benda hidup, karena dalam pengertian Buddhis, benda hidup adalah benda yang membutuhkan makanan dan cuaca yang ideal untuk menunjang kehidupannya. Sedangkan relik sama sekali tidak memerlukan keduanya. Relik bisa bertambah besar maupun kecil, bertambah banyak maupun berkurang adalah karena proses alam biasa seperti yang terjadi pada mutiara.


Apakah relik hanya dimiliki oleh umat Buddha saja?
Tidak hanya umat Buddha saja yang mempunyai relik. Oleh karena itu, dari definisi dalam Kamus Kontemporer di atas, dapat difahami bahwa relik bisa ditemukan di mana saja, termasuk di agama lain.


Bagaimana kita harus menghormati relik?
Seorang umat Buddha bisa meletakkan relik di altar/cetiya, di dekat Buddha rupang. Biasanya disusun di bawah Buddha rupang. Sehingga sewaktu mengadakan puja bakti, seseorang secara otomatis akan menghormat relik tersebut. Dalam masyarakat juga beredar 'Paritta Relik' yang kemudian dibaca pada saat mengadakan puja bakti di altar/cetiya, namun, perlu diketahui bahwa paritta itu bukan berasal dari sabda Sang Buddha sendiri, melainkan hanya merupakan produk tradisi suatu negara Buddhis tertentu.

Oleh karena itu, apabila memiliki relik, tidak ada keharusan untuk membaca 'Paritta Relik' di depannya. Kalau seseorang tidak memiliki altar/ cetiya, letakkanlah relik di tempat yang terhormat. Karena bagaimanapun juga, relik adalah merupakan sisa jasmani orang yang telah banyak melaksanakan Dhamma serta melatih meditasi.


Apakah ada pantangan khusus untuk memilikinya?
Karena seorang umat Buddha bila melaksanakan Buddha Dhamma adalah bertujuan untuk mengurangi kemelekatan, maka tentu saja, dengan memiliki relik tidak ada pantangan khusus untuknya. Namun, mengembangkan prilaku yang baik dan sesuai Buddha Dhamma melalui ucapan, perbuatan dan pikiran jelas harus selalu dilaksanakan baik seseorang memiliki relik ataupun tidak.


Katanya relik itu benda suci, jadi tempat dimana relik berada 10an meter sekelilingnya tidak akan terdapat makhluk yang berniat jahat, apakah betul?
Belum pernah ada bukti konkrit tentang hal ini, mungkin hal ini adalah merupakan kepercayaan semata. Karena, kalau memang kebenaran seperti yang ditanyakan tersebut, tentu si pemilik relik sudah tidak akan pernah memiliki pikiran jahat lagi setelah dekat dengan reliknya. Padahal, dalam kenyataannya, pemilik relik masih bisa berpikir, berucap dan bertindak yang tidak baik walaupun membawa relik itu sebagai mata kalung, misalnya.


Apakah yang perlu diketahui umat tentang relik, Bhante?
Relik adalah sisa jasmani orang yang telah melaksanakan Dhamma dengan sungguh-sungguh, karena tidak semua orang yang meninggal dapat menghasilkan relik. Dengan demikian, apabila kita mendapatkan relik, jadikanlah relik itu sebagai lambang pembangkit semangat kita untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan Buddha Dhamma. Sehingga, pada saat kita meninggal nanti, dan kemudian jasad kita di kremasikan, akan muncul relik sebagai sisa jasmani kita. Dengan demikian, memiliki relik akan menjadikan perilaku kita lebih baik dalam ucapan, perbuatan dan pikiran kita.

Jangan meminta-minta apapun juga kepada relik, karena hal itu justru akan menjadikan relik sebagai berhala. Relik tidak akan memberikan kebahagiaan maupun penderitaan untuk kita, namun, semuanya itu tergantung pada buah karma atau usaha kita masing-masing.